* PERHATIAN, Semua Software Disini Hanya Untuk Tujuan Edukasi Saja. Jika Anda Tertarik, Silahkan Membeli Produk Original. Untuk Keamanan Konten NALHACKER Portal, Sekarang LINK DOWNLOAD Telah Dienkripsi Menggunakan Layanan SAFE LINK CONVERTER. Untuk Cara Download, SILAHKAN KLIK DISINI. Mendownload Di "NALHACKER Portal" Sangat Mudah, Cepat Dan Bebas Virus *

Sejarah Negeri Tihulale (Amalesi Risapori Sariata)

Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)
Sejarah Negeri Tihulale (Amalesi Risapori Sariata). Setiap Negeri-Negeri adat di Provinsi Maluku memiliki sejarah terbentuknya masing-masing. Seperti halnya Negeri-negeri tersebut, Negeri Tihulale juga memiliki sejarah dan asal-usul terbentuknya. Adapun sejarah terbentuknya Negeri Tihulale dituturkan dalam beberapa bagian yang diawali dengan Hancurnya Kerajaan Nunusaku yang kemudian mengakibatkan Eksodus masing-masing kelompok kapitan, saudaranya dan pengikutnya.

Bermula dari Kehancuran Kerajaan Nunusaku, Pada waktu itu ada satu kelompok besar bersama dengan Sebelas orang Kapitannya, jumlahnya sekitar seribu orang (keluarga dan pengikutnya) meninggalkan Nunusaku. Kelompok ini turun dari Nunusaku menuju keselatan menyusuri lereng bukit dan gunung-gunung. Selama perjalanan kelompok ini tidak luput dari peperangan dengan kelompok lain yang ditemui, karena kelompok lain yang meninggalkan Nunusaku juga ingin mencari tempat yang lebih baik untuk tempat tinggal, menjauhi Nunusaku. Setelah beberapa tempat lereng dan bukit serta hutan rimba yang mereka lalui sampailah mereka di suatu tempat yang namanya Hena Umale (Negeri Lama Huku Sekarang). Setelah beberapa lama mereka tinggal disini, orang-orang Hena Umale tidak senang dengan kehadiran kelompok ini maka diputuskan agar kelompok Salawane diperangi.

Peperanganpun terjadi, dan karena banyaknya kelompok Salawane ini maka orang-orang Hena Umale tidak dapat menaklukan mereka. Merasa tempat ini tidak aman untuk ditinggali karena perang bisa saja terjadi lagi dan kelompok Salawane harus selalu siaga maka mereka kemudian melanjutkan perjalananya menaklukan gunung Totaniwel hingga akhirnya sampailah mereka di suatu tempat, yang menurut mereka cocok untuk tempat tinggal, karena dari sisi keamanan juga sangat menguntungkan dan diberi Gelar "Upu Ase Upu Rumah Sitanamah" (Salawane)Penakluk Yang Berani.

Setelah beberapa lama kelompok ini tinggal disini, para Kapitan kemudian merundingkan untuk membentuk suatu pemerintahan karena begitu banyaknya anggota dalam kelompok Salawane ini yang diawali dengan membentuk gabungan Soa Pertama dengan nama Soa Harur. Mereka kemudian memilih seorang yang terbaik, bijaksana, dan pintar di antara Soa Harur untuk diangkat sebagai Upulatu yaitu Coeripati, putra Kapitan Patisalemba. Tempat ini kemudian dinamakan Aman Harur, yang berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu   :
  • “Aman” = Negeri; dan
  • “Harur” = Anugerah
Jika diartikan Aman Harur berarti “Negeri Anugerah”, inilah Pergeseran Yang Pertama.  di Harur,  Pengangkatan Upulatu ini dirayakan dengan mengangkat adat dan ditandai dengan peletakan sebuah Batu Meja besar yang merupakan situs sejarah dan masih ada sampai sekarang ini di petuanan Aman Harur (Sekarang Haruaman) yang dikenal dengan nama Batu Raja / Batu Salawane.

Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)
Batu  Salawane, Aman Harur (Haruaman), Negeri Tihulale
Pengangkatan Upulatu Coeripati menandakan adanya kehidupan baru, namun karena suasana itu masih suasana perang maka negeri Aman Harur ini masih waspada, mereka mewaspadai suatu negeri yang berada di sebelah barat laut, tidak jauh dari Aman Harur yaitu Aman Seith "Negeri Lama Seith". Keputusan raja Coeripati melalui saniri, negeri itu harus diperangi, dan 11 Kapitan Harur bersama pasukannya kemudian diperintahkan memerangi Aman Seith dan dalam waktu singkat Aman Seith mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu maka Aman Seith kemudian keluar dari tanah Harur yang kemudian meninggalkan Pulau Seram menyeberang ke Selatan menuju Leihitu (Jazirah Leihitu) dan membentuk Negeri Seith.

Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)

Batu Peninggalan Kakehan Aman Seith, Tihulale 

Setelah merasa cukup aman dengan keadaan lingkungan sekitar yang sudah kosong dan peperangan yang sudah usai, Ketujuh Kapitan dari Kesebelas Kapitan Harur meminta izin dari Upulatu untuk membiarkan mereka bersama beberapa pengikutnya meneruskan perjalanan ke arah Timur, Barat dan Selatan. Ketujuh Kapitan Harur itu kemudian pergi. Sehingga Negeri Aman Harur memiliki 4 orang Kapitan yang tersisa yang tinggal di tanah Harur (Daerah Aman Harur) bersama saudara-sadaranya dan pengikutnya masing-masing.

Keempat Kapitan Harur yang tersisa yaitu   :
  1. Kapitan Patisalemba;
  2. Kapitan Patinaisuta;
  3. Kapitan Patiraha; dan
  4. Kapitan Patihitalesi.
Sedangkan ketujuh Kapitan Harur bersama saudara-saudaranya dan para pengikutnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kearah timur, barat dan selatan, yaitu   :

Yang melanjutkan perjalanan kearah Timur, yaitu   :
  • Diketahui menuju ke daerah Tehoru (Sekarang Negeri Tehoru), Kapitan Silawane;
Yang melanjutkan perjalanan kearah Barat, yaitu   :
  • Diketahui menuju ke daerah Alang, Kapitan Halawane 
Yang melanjutkan perjalanan kearah Selatan, yaitu   :
  • Diketahui menuju Negeri Kariuw, HarukuKapitan Patiradjawane;
  • Diketahui menuju Negeri Tuhaha, SaparuaKapitan Sahusilawane
  • Diketahui menuju Negeri Siri Sori, SaparuaKapitan Salawane (kemudian berganti nama menjadi Kesaulia) ;
  • Diketahui menuju  Negeri TialKapitan Salawanebesi;
  • Diketahui menuju Nusaniwe (Sekarang Negeri Latuhalat), Kapitan Tihusalawane (yang kemudian berganti nama menjadi Kapitan Tehusalawani, sekarang)
Sebagai tanda keberanian dan tali persaudaraan, Ketujuh Kapitan Harur tersebut tetap mempertahankan gelar Wane (Berani) pada nama merekaEksodus itu kini dinyatakan telah selesai, karena ketujuh Kapitan Harur bersama saudara-saudaranya dan para pengikutnya yang melanjutkan perjalanan kearah Timur, Barat dan Selatan telah menempati tempat tinggal baru. Puluhan tahun kemudian negeri Aman Harur mulai membuat Pergeseran Yang Kedua kearah selatan, yang kemudian menganti nama Aman Harur menjadi Tihuraloin. Tihuraloin berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu   :
  • “Tihu” = Telaga;dan
  • “Raloin” = Dipinggir
Jika diartikan Tihuraloin berarti “Sekitar Atau Dipinggir Telaga”, dan juga masih berada di petuanan tanah Harur dengan Upulatu yang kedua yaitu Upulatu Patiraha (bukan kapitan) dengan keempat orang Kapitannya masing-masing Kapitan Patisalemba, Kapitan Patinaisuta, Kapitan Patiraha, dan Kapitan Patihitalesi.

Suatu saat ketika para kapitan mengawasi negeri Harur, dikejauhan mereka melihat sebuah perahu (kole-kole) yang mulai merapat ke pantai. Ketiga orang ini kemudian dan dibawa ke hadapan raja. Kira-kira seperti ini percakapannya kalau dalam bahasa Ambon   :
Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)

Dengan datangnya Kapitan Tualena (Upu niai upu rumah niniari) = "Tua Di Jalan" maka jumlah Kapitan Harur bertambah satu menjadi lima orang. Kapitan Tualena ditunjuk Upulatu Coeripati menjadi Amanupui dan bersama dengan para Malesi dan Mauwen (Kapitan Besar, P**********I) dalam menjalankan tradisi Kakehan. Untuk mengukuhkan persaudaraan ini sebagai tanda kehadiran Kapitan Tualena di Negeri Aman Harur maka Negeri Amanharur mengangkat adat dan ditandai dengan peletakan Batu Tualena. Bukti ini ada sampai sekarang di tanah Harur, yang sekarang dikenal dengan nama Haruaman.

Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)

Batu Tualena (Kondisi Hancur akibat keadaan alam), Aman Harur, Tihulale

Para Upulatu dan Para Kapitannya di daerah Tiga Batang Air sering berkoordinasi satu sama lainnya, agar jangan ada keributan diantara anak-anak Alifuru karena batas tanah, maka diadakan saniri tiga batang air di Ate, daerah Manuala petuanan Eti (Negeri Eti). Saniri ini dihadiri oleh masing-masing perwakilan dari Negeri. Dari Tala Batai yang hadir mewakili Tihuraloin adalah, Kapitan Pati Salemba Salawane, Pati Hitalesi Salawane, dan kapitan Tualena.

Negeri-Negeri yang hadir mengikuti Saniri Tiga Batang Air dari Talabatai pada waktu itu  :
  • Negeri Amahai (Ina Ama Lounusa Maatita);
  • Negeri Elpaputih (Ina Ama Tahisane Pesihalule);
  • Negeri Hualoy (Ina Ama Tuni Siwalete Sarimetene);
  • Negeri Huku (Moin Nikwele);
  • Negeri Kaibobu (Ina Ama Tahisane Poput Samale);
  • Negeri Kairatu (Ina Ama Salibubui);
  • Negeri Lohia Tala (Ina Ama Lohie);
  • Negeri Makariki (Ina Ama Siwalete Maatita);
  • Negeri Soahuku (Ina Ama Riripori Kalapesi);
  • Negeri Tihulale (Amalesi Risapori Sariata);
  • Negeri Wasia (Ina Ama Mauwen Tinai);
  • Negeri Watui (Ina Ama Sailewoi);
    Keputusan dari Saniri Besar Tiga Batang Air tersebut ada tiga, yaitu   :
    1. Menentukan batas, Pata Siwa dengan Pata Lima yaitu di kali Mala <-> Makina berpulang ke Barat Milik Pata Siwa, berpulang ke timur milik Pata Lima;
    2. Menentukan Batas Fam atas Tanah, yang didalamnya mengatur tanah Harur sebelah timur Tihuraloin berbatasan dengan Kakerisahalat di Siaputi, sebelah barat berbatasan dengan Kainama di Waitatohur, sebelah Utara berbatasan dengan Hunitetu, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Usutatahu;
    3. Pertemuan ini merupakan yang pertama kali dan yang terakhir kali.
    Setelah selesai Saniri Besar Tiga Batang Air, Upulatu yang mememerintah di Tihuraloin masih Upulatu Patiraha (bukan Kapitan). Setelah itu tiba kelompok Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua) diikuti kelompok Tuapetel (Upu ****************) yang kemudian disambut di Negeri Amanharur. Kemudian tiba kelompok Hursina (Upu matita) diikuti kelompok Sopasina (Upu *******). Atas perintah dari Upulatu Patiraha dengan persetujuan Malesi dan Mauwen kemudian diadakan Saniri Besar untuk mengubah susunan pemerintahan sesuai dengan ciri pemerintahan pada Saniri Tiga Batang Air. Maka dibentuklah tiga Soa antara lain :

    Soa Harur, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Salawane (Upu ase upu rumah sitanamah)
    • Tualena (Upu niai upu rumah niniari)
    Soa Kukur, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua)
    • Tuapetel (Upu ****************)
    Soa Laha, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Hursina (Upu matita)
    • Sopasina (Upu *******)
    Setelah 3 Soa terbentuk, pada masa Pemerintahan Upulatu Paltin, tiba kelompok Tuarisa, diikuti Nusawakan, Atapari, Wairata, dan Pariama. Kedatangan ini disambut Negeri Tihuraloin dan Upulatu Paltin kemudian memerintahkan  diadakan Saniri Besar untuk membentuk persekutuan Wariwaa, yang berasal dari dua patah kata Bahasa Alune yaitu   :
    • Wari = Kaka
    • Waa = Adik
    Jika diartikan adalah persekutuan berdasarkan hubungan kakak beradik atau rumpun ade kaka. Adapun persekutuan Wariwaa tersebut sebagai berikut   :

    Wariwaa   :
    • Salawane dengan Tuarisa
    • Tualena dengan Nusawakan
    • Sapuri dengan Tuapetel dan Atapari
    • Hursina dengan Sopasina
    • Wairata dengan Pariama
    Puluhan Tahun kemudian setelah Upulatu Paltin digantikan dengan Upulatu Tentapan, kembali diadakan Saniri menuju Pergeseran Yang Ketiga atas perintah dari Upulatu Tentapan, nama Tihuraloin diganti lagi menjadi Tihulale. Tihulale berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu   :
    • “Tihu” = Telaga
    • “Lale” = Negeri
    Yang jika diartikan TIHULALE berati “Negeri Telaga”. Kemudian persekutuan Soa  juga diperluas, fam-fam dari Wariwaa digabungkan kedalam Soa. Sehingga dari 3 Soa yang terdiri atas 6 fam itu kini menjadi 3 Soa yang terdiri atas 11 fam   :

    Soa Harur, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Salawane (Upu ase upu rumah sitanamah)
    • Tualena (Upu niai upu rumah niniari)
    • Tuarisa (Upu hutui upu rumah sourisa)
    • Nusawakan (Upu uwen haubawa)
    Soa Kukur, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua)
    • Tuapetel (Upu ****************)
    • Atapari (Upu selai pewaka sou lalan)
    Soa Laha, yang terdiri dari mata rumah   :
    • Hursina (Upu matita)
    • Sopasina (Upu *******)
    • Pariama (Upu panai upu rumah lei selah)
    • Wairata (Upu selai pewaka suri au)
    Lalu ditunjuk perwakilan dari Setiap Soa seperti yang dibuktikan dengan prasati yang ada pada gedung Gereja Beth Eden Tihulale, yaitu   :
    1. Kepala Soa S. Salawane (dari Soa Harur)
    2. Kepala Soa E. Atapari (dari Soa Kukur)
    3. Kepala Soa O. Pariama (dari Soa Laha)
    Ditangan Upulatu Tentapan inilah semua perangkat negeri diberdayakan dari Soa, Malesi, Marinyo, Kewan, Mauwen, Amanupui, sampai Wariwaa menurut fungsinya masing-masing. Lalu terbentuklah suatu Negeri dengan nama Tihulale yang kita kenal sekarang.

    Sejarah Negeri Tihulale (Amalessy Risapori Sariata)

    Puluhan tahun Upulatu Tentapan memerintah. Setelah mangkat dia digantikan oleh anaknya, Upulatu Leisoeka, setelah Upulatu Leisoeka memerintah kemudian digantikan adiknya Upulatu Naisamal. Setelah Upulatu Naisamal meninggal digantikan keponakannya Upulatu Welem. Setelah Upulatu Welem meninggal digantikan oleh cucu Lewaraja yaitu Upulatu Samuel. Pemerintahan Upulatu Samuel sudah mengenal Kebudayaan Melayu sehingga yang dipakai tidak lagi Upulatu melainkan dengan sebutan Raja Samuel Salawane.

    Setelah itu Raja Samuel Salawane digantikan oleh adiknya Raja Elseus Salawane1. Setelah Raja Elseus Salawane meninggal digantikan oleh anaknya Raja Samuel Salawane bernama Elseus Salawane2. Kemudian Raja Elseus Salawane digantikan oleh Raja Juluis Salawane. Setelah meninggal, Raja Juluis Salawane digantikan oleh Raja Timothius Salawane. Setelah meninggalnya Raja Timothius Salawaneatas rekomendasi dari Keluarga Besar Salawane selaku fam pemegang jabatan raja, pemerintahan sementara diberikan kepada Lucas Wairata kemudian setelah Lucas Wairata mundur, pemerintahan kembali lagi kepada Raja Nicodemus Salawane

    Setelah Raja Nicodemus Salawane, Kemudian pemerintahan sementara diangkat Raja Frans Wairata. Setelah pemerintahan Raja Frans Wairata selesai, cukup lama Negeri Tihulale tidak mempunyai raja, lalu atas rekomendasi dari Salawane, diangkat Hein Onisimus Sapuri (Butje Sapuri) sebagai Raja. Setelah memerintah beberapa lama kemudian Hein Onisimus Sapuri digantikan oleh Raja Daniel Sapuri yang juga dengan rekomendasi dari Salawane selaku fam pemegang jabatan raja. Kemudian pemerintahan kembali lagi ke Salawane selaku fam pemegang jabatan raja, Raja Elia Salawane sampai sekarang. 

    " Apakah dengan mengatakan kebenaran aku telah menjadi musuhmu "
    " Sapa Bale Batu, Batu Gepe Dia. Sapa Langgar Sumpah, Sumpah Bunuh Dia "

    Sejarah Pela Tihulale - Huku

    Hubungan Pela Darah antara Negeri Tihulale dengan Negeri Huku Kecil dan Huku Anakotta diawali dengan peperangan besar antara kedua Negeri yang menimbulkan pertumpahan darah sehingga mengakibatkan jumlah penduduk kedua negeri menjadi sedikit karena terbunuh dalam perang yang berlangsung cukup lama. Peperangan panjang antara kedua Negeri ini disebabkan oleh terbunuhnya Sopai Tosil di Negeri Tihulale.

    Sopai Tosil merupakan seorang keturunan bangsawan Negeri Huku. Sopai Tosil dibunuh atas perintah Raja Tentapan Salawane karena menjalin cinta dengan Oeramasa Salawane yang merupakan putri bungsu Raja Tentapan Salawane. Suatu hari Sopai Tosil turun dengan maksud berkunjung dari Negeri Huku ke Negeri Tihulale kemudian tanpa sengaja ia bertemu dengan Oeramasa Salawane. Sopai Tosil kemudian jatuh cinta kepada Oeramasa Salawane dan keduanya secara diam-diam saling bertemu dan kemudian menjalin hubungan.

    Sampai suatu hari terdengarlah di telinga sang raja berita bahwa putri bungsunya berhubungan dengan Sopai Tosil. Raja tidak menyetujui hubungan antara putri bungsunya Oeramasa Salawane dengan Sopai Tosil yang kemudian memerintahkan untuk membunuh Sopai Tosil. Kematian Sopai Tosil ini membuat Oeramasa sangat kecewa dan marah sehingga ia melarikan diri ke Negeri Paulohi di bagian Masohi dan tidak pernah kembali lagi ke Tihulale hingga sekarang.

    Tidak kembalinya Sopai Tosil ke Negeri Huku membuat keluarganya resah sehingga menugaskan para hulubalang dan para pengawal kerajaan untuk turun ke Negeri Tihulale untuk mencari, menjemput dan membawa pulang Sopai Tosil, sesampainya di Negeri Tihulale mereka sangat terkejut mendengar kabar bahwa Sopai Tosil telah dibunuh. Kemudian mereka kembali untuk melaporkan hal tersebut kepada sang Raja Negeri Huku. Alangkah marahnya Sang Raja dan keluarganya mendengar bahwa putra mereka telah dibunuh, Raja lalu memerintahkan bala tentara perangnya dan para penduduknya untuk membunuh setiap warga negeri Tihulale yang mereka jumpai dimana saja.

    Peperangan pun dimulai, karena setiap warga negeri Tihulale yang dijumpai oleh penduduk negeri huku dibunuh maka Raja Tentapan memerintahkan juga untuk membunuh setiap warga negeri Huku yang mereka jumpai dimana saja. Peperangan ini berlangsung cukup lama sehingga makin hari jumlah penduduk kedua negeri semakin berkurang. Peperangan ini terus berlangsung sampai pada pemerintahan Raja Timothius Salawane. Karena peperangan dilihat begitu merugikan kedua negeri maka Raja Timothius Salawane mengambil kebijakan dan memutuskan menghentikan perang untuk mencegah jatuh lebih banyak korban diantara kedua belah pihak dan berjanji akan naik ke Negeri Huku untuk mengadakan perjanjian damai diantara Kedua Negeri.


    Perjanjian ini kemudian disepakati oleh Raja Negeri Huku. Raja Timothius Salawane kemudian memerintahkan 120 orang pasukannya untuk pergi dengannya ke Negeri Huku. Sesampainya di Negeri Huku, Raja Timothius Salawane mengadakan kesepakatan damai yang berbuah naskah perjanjian sumpah pela darah antara kedua Negeri Huku dan Negeri Tihulale. Isi naskah perjanjian pela darah itu adalah sebagai berikut : 

    Upu Loterumi ooo,
    Ume ooo,
    Huran ooo,
    Limatai ooo,
    Aman ain rua, Huku-Tihurale i,
    Mi tarima sopa, sopa ooo,
    Ale sei a he aman rua,
    Mahina ke e malona,
    Tamata hira i ke ahuntai mau i
    Sei sahu sopa le,
    Ei Supu Hukuman, Hukuman Oooo

    1.
    Huku ta boleh tupa Ruma Tihurale i
    Tihurale i ta boleh tupa Ruma Huku
    Huku ta boleh pakai souraha i hei Tihurale i
    Tihurale i ta boleh pakai souraha i hei Huku
    Ale sei sahu sopa le, ei supu hukuman
    Seri tahuxu hua i teru
    Pina hatu hua i teru
    Pina puti utun teru

    2.
    Huku ta boleh lepe minat wa Tihurale i
    Tihurale i ta boleh lepe minat wa Huku
    lopu, seit wa Tihurale i
    lopu, seit wa Huku
    Huku ta boleh lepe hau wa Tihurale i
    Tihurale i ta boleh lepe hau wa Huku

    3.
    Huku ta boleh tihi Tihurale i ein hua wala i
    Tihurale i ta boleh tihi Huku ein hua wala i

    4.
    Huku ta boleh titi Tihurale i tura wael e
    Tihurale i ta boleh titi Huku tura wael e

    Ale sei a sahu sopa rua nala haa
    Ein hukuman tamelen tura itate ele hola uran
    Hira manahu nala aman ele manu

    Hiooooo . . . . . . Hioooo . . . . . Hiooooo
    Mese . . . . . Mese . . . . . Mese . . . . .

    Jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia isinya sebagai berikut   !


    Tuhan Yang Maha Esa
    Tanah
    Bulan
    Matahari
    Dua negeri, Huku-Tihulale
    Terimalah sumpah ini
    Barangsiapa dari kedua Negeri
    Laki atau Perempuan
    Laki-laki Dewasa maupun anak-anak kecil
    Siapapun yang melanggar sumpah ini
    Ia akan mendapat hukuman

    1.
    Huku tidak boleh kawin dengan Tihulale
    Tihulale tidak boleh kawin dengan Huku
    Huku tak boleh tunangan dengan Tihulale
    Tihulale tak boleh tunangan dengan Huku
    Siapa yang melanggar Sumpah, ia akan dihukum denda
    Gong tiga buah
    Piring mai 3 buah
    Piring putih 300 buah

    2.
    Tidak boleh langsung dengan tangan Huku memberi ke tangan Tihulale
    Tidak boleh langsung dengan tangan Tihulale memberi ke tangan Huku
    senjata, ke tangan Tihulale
    senjata, ke tangan Huku
    Huku tidak boleh memberi api kepada Tihulale
    Tihulale tidak boleh memberi api kepada Huku

    3.
    Huku tak boleh menggunting rambut Tihulale
    Tihulale tak boleh menggunting rambut Huku

    4.
    Huku tak boleh menyiram Tihulale dengan air
    Tihulale tidak boleh menyiram Huku dengan Air

    Barang siapa yang melanggar sumpah
    maka guntur akan menyambarnya
    hujan besar turun negeri tenggelam

    Hiooooo . . . . . . Hioooo . . . . . Hiooooo
    Teguh . . . . . Teguh . . . . . Teguh . . . . .


    Jika dilanggar konsekuensinya sangat berat sehingga Pela ini merupakan pela yang sangat keras dan selalu dijaga agar tidak terjadi pelanggaran.